Menurut Sensus Ekonomi Nasional 2007 ada 13.6% perempuan Indonesia menjadi kepala dari sekitar 6 juta rumah tangga yang mencakup lebih dari 30 juta warga. Sebagian dari mereka berstatus janda. Kami ada untuk mencerdaskan mereka dan semua wanita Indonesia melalui wirausaha.
Jumat, 15 April 2011
Mendidik Wanita Dapat Melawan Kemiskinan?
The best way to fight poverty and extremism is to educate and empower women & girls (Nicholas Kristof, jurnalis AS, pemenang 2 Pulitzer Prizes)
Haloooooo! Di note kali ini saya mau berbagi ilmu yang saya dapat dari tayangan Oprah minggu lalu di Metro TV. Daripada dipikir sendiri dan bikin penuh otak saya, mending saya tuangkan disini *dan berharap ada yang ketularan pusing. hehehehe*
Begini Bapak & Ibu yang saya hormati, Oprah and her gang lagi asik 'ngerumpi' tentang pentingnya untuk punya mimpi *Jiii, ini mah pembahasan Oprah dari jaman dulu kaleeee* dan pentingnya pendidikan bagi kaum wanita. Oke, hal yang terakhir disebut juga udah basi, karena hampir semua orang juga tau kalau pendidikan itu penting dan tak terbatas oleh gender. *Really? Kalau hampir semua orang tau, kenapa praktek di lapangan berbicara berbeda? :D*
Di lingkaran gosip kali ini, Oprah menghadirkan salah dua pembicara yang menyusun buku 'Half The Sky'. Mereka adalah Nicholas Kristof dan istrinya, Sheryl WuDunn. Nah, ada beberapa hal yang menarik dari percakapan mereka yang membuat otak saya gatal *gak konsisten, katanya pusing sekarang gatal*, yaitu:
1. Sumber daya terpenting di negara yang sedang berkembang bukanlah SDA melainkan para wanitanya. Hoooo, sangat sangat menarik. Selama ini ketika berdiskusi dengan orang maupun membaca tulisan-tulisan, sering ditekankan bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan sumber daya alam bla bla bla.... Tapi yang terpenting adalah membangun karakteristik mental bla bla bla.... But hey, seems they don't emphasize into the topic of educating women! Bias gender? Entahlah. Toh rangking Negara kita dalam implementasi kesetaraan gender membaik *Ah, itu kan baru di bidang politik*
Saya wanita dan punya banyak teman wanita. Selama ini, kebudayaan yang saya terima kerap membuat intelejensia kami terkungkung. Darimana saya bilang begitu? Dari pengalaman pribadi, Tuan dan Nyonya! Sudah sangat sering saya dicekoki pemikiran bahwa wanita yang cerdas itu sangatlah menyeramkan. Bahkan ada yang pernah berkata,
'Wanita itu jangan terlalu pinter. Ntar dapet jodohnya lama'
atau
'Kamu jangan nulis sesuatu yang provokatif. Bisa-bisa cowok takut ngedeketin kamu.'
Tsskkk. Tekanan masalah perjodohan! Dan menariknya, faktor masalah perjodohan adalah hal yang sangat efektif untuk membuat wanita menurut dalam melakukan apa yang orang lain perintahkan. *Oalah, ini curcol, namanya*
Padahal, (lanjut nomor 2)
2. Jika wanita dididik, ia akan cenderung untuk menyebarkan ilmu tersebut kepada orang lain. Itu kata Pak Niko :D. Tapi memang benar kok. Wanita itu memang punya dorongan untuk berbagi dengan orang lain, terutama dengan yang mereka sayangi. *Dan mungkin salah satu bentuk berbaginya adalah gosip terbaru -____-"*
Bayangkan jika kamu mendidik 2 orang wanita saja, kemudian tiap orang dari mereka mengajar 2 orang lagi. Lalu periode mendidiknya adalah 3 bulan secara intens, maka dalam kurun waktu 5 tahun kamu akan dapatkan ........ wanita *silakan hitung sendiri, saya malas mengitungnya :D*
Lalu, apa yang perlu diajarkan pada para wanita itu? Baca nomor 3
3. Peranan penting mereka dalam kegiatan ekonomi dan bagaimana mereka bisa menjadi pelaku aktif di dalam kegiatan ekonomi tersebut. Ini penting sekali Bapak & Ibu yang saya hormati.
Gue: 'Heh, ingat wanita itu tugasnya mengurus anak! Bukan untuk bekerja! Nyebut Nak, nyebut.....'
Saya: 'Iya, tau Mbah. Tapi wanita yang bisa mandiri secara ekonomi akan lebih dihargai oleh lingkungannya, lebih bijak *setidaknya menurut Pak Niko* dan lebih menarik. Huehehehe....
Gue: Sotoy! Emang lo udah mandiri secara ekonomi?
Saya: cuma cengar-cengir
Salah satu contoh yang ada di The Oprah Show, menyebutkan Lisa Shanon, aktivis dari organisasi Women for Women International mencoba membantu sekumpulan Ibu di Afrika dengan mengirimkan sejumlah uang serta surat. Uang yang dikirimkan kalau gak salah ingat berjumlah US$ 27 sebagai modal untuk para Ibu memulai bisnis mereka. Dan oh, jangan lupakan suratnya! Surat dari Lisa memang terkesan sekedar menanyakan kabar para Ibu yang menerima uang. Tapi efek dari surat itu sangatlah besar. Kenapa? Karena wanita itu butuh dorongan penyemangat meskipun sekedar surat dari orang di negeri antah berantah. Terkesan cengeng? Ah, yang penting bisa membawa dampak positif :D
'Aku tau sekarang bahwa mereka lebih membutuhkan empati, dibandingkan uang yang aku kirimkan,' ujar Lisa.
Wait a minute! Tadi di awal note disebut tentang mewujudkan mimpi. Lalu apa hubungannya dengan pendidikan wanita? Hehehehe.... Begini, setiap wanita (dan pria) haruslah memiliki cita-cita yang tinggi, termasuk mimpi untuk meraih pendidikan. Tapi pesan sponsor *saya maksudnya* pendidikan tidaklah harus berasal dari institusi formal bernama sekolah, tapi ia juga bisa didapatkan dari mana saja, termasuk di jalanan.
PS: Kamu mau bahan bacaan? Klik disini
#Ditulis oleh Mutya Dyan Asthami, 28 November 2010
Kamis, 14 April 2011
Sri Mulyani: Perempuan Faktor Terpenting Pemulihan Ekonomi Global
Dunia kini dalam tahap pemulihan ekonomi global. Sejumlah pengamat memetakan pemecahan masalah ini berdasarkan aspek demografi atau kependudukan. Dan Direktur Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati pun punya jawaban penting yaitu perempuan.
Ya. Mantan Menteri Keuangan ini menyatakan perempuan sebagai faktor terpenting dalam pemulihan ekonomi global."Perempuan adalah kekuatan terbesar pemulihan ekonomi,"katanya dalam wawancara dengan Newsweek belum lama ini.
Sri Mulyani menjelaskan sejumlah penelitian mencatat perempuan sebagai mahluk lemah. Namun dibalik itu semua mereka mampu mengelola uang dengan baik. Misalnya, perempuan yang memiliki uang hampir dipastikan akan membelajakannya untuk kebutuhan keluarga. Berbeda dengan laki-laki yang cenderung menggunakannya untuk kepentingan pribadi.
Bayangkan, kata Sri, krisis yang melanda dunia bisa menciptakan sebanyak 50-60 juta orang miskin baru. Tapi dengan peran serta perempuan, kemiskinan bisa berkurang hingga 50 persen pada 2015. Salah satucaranya adalah memberikan kredit mikro kepada perempuan.
Selain Indonesia, negara yang dianggap memiliki peran penting dalam pemulihan ekonomi dunia dari aspek demografi adalah Cina, India, Eropa dan Amerika Serikat."Kepercayaan dalam ekonomi bisa dibangun lewat perempuan,"katanya.
Sri Mulyani menjelaskan sejumlah penelitian mencatat perempuan sebagai mahluk lemah. Namun dibalik itu semua mereka mampu mengelola uang dengan baik. Misalnya, perempuan yang memiliki uang hampir dipastikan akan membelajakannya untuk kebutuhan keluarga. Berbeda dengan laki-laki yang cenderung menggunakannya untuk kepentingan pribadi.
Bayangkan, kata Sri, krisis yang melanda dunia bisa menciptakan sebanyak 50-60 juta orang miskin baru. Tapi dengan peran serta perempuan, kemiskinan bisa berkurang hingga 50 persen pada 2015. Salah satucaranya adalah memberikan kredit mikro kepada perempuan.
Selain Indonesia, negara yang dianggap memiliki peran penting dalam pemulihan ekonomi dunia dari aspek demografi adalah Cina, India, Eropa dan Amerika Serikat."Kepercayaan dalam ekonomi bisa dibangun lewat perempuan,"katanya.
Rabu, 13 April 2011
Para Srikandi Pelopori Kebangkitan Penganggur
Kebangkrutan puluhan pabrik pengolahan kayu pasca-penertiban pembalakan liar hutan di Kalimantan Barat pada 2006 berimbas pada menganggurnya puluhan ribu tenaga kerja. Di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, para perempuanlah yang memelopori kebangkitan keluarga dari ”musibah” pengangguran. Keterpurukan ekonomi setelah diberhentikan dari pabrik pengolahan kayu awalnya membuat sebagian perempuan putus asa. Pasalnya, merekalah yang harus pandai-pandai mengatur pengeluaran untuk kebutuhan dapur, pendidikan anak-anak, dan kebutuhan lain.
Mariam (43), warga Parit Baru, Sungai Raya, Kubu Raya, adalah salah satunya. Ekonomi rumah tangganya hampir morat-marit begitu ia dan suaminya diberhentikan sebagai pekerja di pabrik pengolahan kayu di Sungai Raya. ”Kami sempat bingung karena tiba-tiba harus menjadi penganggur, sementara dapur tetap harus berasap setiap hari. Bersama beberapa ibu rumah tangga yang sebagian besar adalah penganggur sejak diberhentikan dari pabrik kayu, kami membuat makanan ringan olahan,” kata Mariam. Mariam mengaku, sejak memiliki usaha kecil-kecilan membuat makanan olahan, roda perekonomian keluarganya mulai berjalan lagi walau masih lambat. ”Hasil membuat makanan olahan lumayan untuk menutup kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagian keuntungan bahkan bisa dipakai untuk membuka warung kecil-kecilan,” kata Mariam.
Senong (53), warga Parit Baru lain yang juga menganggur setelah diberhentikan dari pabrik pengolahan kayu, memilih membuka warung untuk melanjutkan ekonomi rumah tangganya. Namun, modalnya pas-pasan sehingga keuntungannya pun kecil, hanya cukup untuk makan. ”Kalau ada yang sakit, sudah kerepotan. Sekarang saya lebih tenang, punya tabungan di koperasi. Kalau sudah cukup, tabungannya juga mau saya pakai untuk membetulkan rumah,” ujar Senong.
Mariam dan Senong adalah dua dari sekian banyak perempuan di Parit Baru yang memelopori kebangkitan ekonomi rumah tangga dengan memanfaatkan pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam Grameen Kubu Raya.
Adalah Sri Wahyuni (55) yang awalnya bergabung dengan Koperasi Simpan Pinjam Grameen itu. Kendati suaminya pensiunan pegawai negeri sipil, diberhentikannya Wahyuni sebagai pekerja sebuah pabrik pengolahan kayu skala besar di Kubu Raya yang bangkrut tetap menyisakan persoalan. Uang pensiun suami Wahyuni pas-pasan karena harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kedua anak mereka yang kuliah di perguruan tinggi swasta di Yogyakarta yang terus-menerus naik. ”Setiap bulan setidaknya kami harus mengirimkan uang Rp 3 juta untuk memenuhi kebutuhan mereka,” kata Wahyuni. Menurut dia, pinjaman di Koperasi Simpan Pinjam Grameen mudah diakses oleh ibu rumah tangga karena nilai angsurannya kecil dengan bunga tergantung dari besarnya keuntungan usaha produktif. ”Pinjaman awalnya Rp 1 juta, pengembaliannya dicicil 10 bulan. Bunganya sangat kecil, tergantung keuntungan usaha kita,” ungkapnya.
Keberhasilan Wahyuni menggerakkan ekonomi rumah tangga bermodal pinjaman dari koperasi itu diikuti oleh belasan orang. Ketika ditemui, dia sedang bersama dengan beberapa ibu rumah tangga—juga mantan tenaga kerja sejumlah pabrik pengolahan kayu yang tutup. Mereka sibuk mengemas berbagai jenis makanan ringan olahan. ”Kini kami punya kesibukan lagi, kesibukan ringan yang menghasilkan uang. Makanan ringan olahan itu akan kami sertakan dalam pameran,” ujar Wahyuni.
Makanan ringan olahan itu berupa keripik pisang, olahan buah mangrove, dan berbagai jenis kue lain. Para perempuan di Parit itu berhimpun dalam satu kelompok kecil. Masing-masing memproduksi makanan olahan sendiri. Ada pula yang bekerja sama mengolah satu jenis makanan, seperti selai nanas, untuk dipasok kepada perempuan lain yang membuat kue.
Usaha kecil pembuatan aneka makanan ringan ini memberi penghasilan sekitar Rp 90.000 per hari. Penghasilan itu termasuk lumayan untuk membantu perekonomian keluarga. ”Jenis usaha lain sulit ditembus kalangan ibu rumah tangga. Pembuatan berbagai jenis makanan olahan ini tidak terlalu sulit. Setelah mencoba beberapa kali, ternyata banyak konsumen yang tertarik,” tutur Wahyuni.
Ketua Koperasi Simpan Pinjam Grameen Norasari Arani mengatakan, bunga pinjaman di koperasi tidak lebih dari 1 persen per bulan karena menggunakan sistem bagi hasil dengan mengadopsi sistem pengelolaan Grameen di Banglades. ”Sasaran kami memang kalangan perempuan miskin, tetapi yang memiliki atau hendak membuka usaha produktif. Pengurus koperasi akan mendampingi pengembangan usaha dan membuka celah pasar. Kami berharap cara ini mengurangi kemiskinan dengan signifikan,” kata Norasari.
Ketika dimekarkan dari Kabupaten Pontianak pada 2007, Kubu Raya memang langsung berhadapan dengan persoalan serius pengangguran dari industri kayu. Di Kabupaten Kubu Raya ada lebih dari 20 pabrik pengolahan kayu yang gulung tikar dengan jumlah pekerja sekitar 30.000 orang. Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan menyebutkan, jumlah penganggur yang tercatat pada akhir 2010 sekitar 18.000 orang. ”Jumlah penganggur terus berkurang. Kami fokus pada sektor pertanian serta usaha kecil dan menengah yang memang potensial menyerap banyak tenaga kerja,” ujar Muda Mahendrawan. Ia sangat berharap usaha-usaha kecil masyarakat itu bisa bertahan lama, syukur jika bisa melepaskan mereka dari kemiskinan.
Langganan:
Komentar (Atom)
