Rabu, 13 April 2011

Para Srikandi Pelopori Kebangkitan Penganggur


Kebangkrutan puluhan pabrik pengolahan kayu pasca-penertiban pembalakan liar hutan di Kalimantan Barat pada 2006 berimbas pada menganggurnya puluhan ribu tenaga kerja. Di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, para perempuanlah yang memelopori kebangkitan keluarga dari ”musibah” pengangguran. Keterpurukan ekonomi setelah diberhentikan dari pabrik pengolahan kayu awalnya membuat sebagian perempuan putus asa. Pasalnya, merekalah yang harus pandai-pandai mengatur pengeluaran untuk kebutuhan dapur, pendidikan anak-anak, dan kebutuhan lain. 

Mariam (43), warga Parit Baru, Sungai Raya, Kubu Raya, adalah salah satunya. Ekonomi rumah tangganya hampir morat-marit begitu ia dan suaminya diberhentikan sebagai pekerja di pabrik pengolahan kayu di Sungai Raya. ”Kami sempat bingung karena tiba-tiba harus menjadi penganggur, sementara dapur tetap harus berasap setiap hari. Bersama beberapa ibu rumah tangga yang sebagian besar adalah penganggur sejak diberhentikan dari pabrik kayu, kami membuat makanan ringan olahan,” kata Mariam. Mariam mengaku, sejak memiliki usaha kecil-kecilan membuat makanan olahan, roda perekonomian keluarganya mulai berjalan lagi walau masih lambat. ”Hasil membuat makanan olahan lumayan untuk menutup kebutuhan hidup sehari-hari. Sebagian keuntungan bahkan bisa dipakai untuk membuka warung kecil-kecilan,” kata Mariam.

Senong (53), warga Parit Baru lain yang juga menganggur setelah diberhentikan dari pabrik pengolahan kayu, memilih membuka warung untuk melanjutkan ekonomi rumah tangganya. Namun, modalnya pas-pasan sehingga keuntungannya pun kecil, hanya cukup untuk makan. ”Kalau ada yang sakit, sudah kerepotan. Sekarang saya lebih tenang, punya tabungan di koperasi. Kalau sudah cukup, tabungannya juga mau saya pakai untuk membetulkan rumah,” ujar Senong.

Mariam dan Senong adalah dua dari sekian banyak perempuan di Parit Baru yang memelopori kebangkitan ekonomi rumah tangga dengan memanfaatkan pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam Grameen Kubu Raya.

Adalah Sri Wahyuni (55) yang awalnya bergabung dengan Koperasi Simpan Pinjam Grameen itu. Kendati suaminya pensiunan pegawai negeri sipil, diberhentikannya Wahyuni sebagai pekerja sebuah pabrik pengolahan kayu skala besar di Kubu Raya yang bangkrut tetap menyisakan persoalan. Uang pensiun suami Wahyuni pas-pasan karena harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan kedua anak mereka yang kuliah di perguruan tinggi swasta di Yogyakarta yang terus-menerus naik. ”Setiap bulan setidaknya kami harus mengirimkan uang Rp 3 juta untuk memenuhi kebutuhan mereka,” kata Wahyuni. Menurut dia, pinjaman di Koperasi Simpan Pinjam Grameen mudah diakses oleh ibu rumah tangga karena nilai angsurannya kecil dengan bunga tergantung dari besarnya keuntungan usaha produktif. ”Pinjaman awalnya Rp 1 juta, pengembaliannya dicicil 10 bulan. Bunganya sangat kecil, tergantung keuntungan usaha kita,” ungkapnya.

Keberhasilan Wahyuni menggerakkan ekonomi rumah tangga bermodal pinjaman dari koperasi itu diikuti oleh belasan orang. Ketika ditemui, dia sedang bersama dengan beberapa ibu rumah tangga—juga mantan tenaga kerja sejumlah pabrik pengolahan kayu yang tutup. Mereka sibuk mengemas berbagai jenis makanan ringan olahan. ”Kini kami punya kesibukan lagi, kesibukan ringan yang menghasilkan uang. Makanan ringan olahan itu akan kami sertakan dalam pameran,” ujar Wahyuni.

Makanan ringan olahan itu berupa keripik pisang, olahan buah mangrove, dan berbagai jenis kue lain. Para perempuan di Parit itu berhimpun dalam satu kelompok kecil. Masing-masing memproduksi makanan olahan sendiri. Ada pula yang bekerja sama mengolah satu jenis makanan, seperti selai nanas, untuk dipasok kepada perempuan lain yang membuat kue.

Usaha kecil pembuatan aneka makanan ringan ini memberi penghasilan sekitar Rp 90.000 per hari. Penghasilan itu termasuk lumayan untuk membantu perekonomian keluarga. ”Jenis usaha lain sulit ditembus kalangan ibu rumah tangga. Pembuatan berbagai jenis makanan olahan ini tidak terlalu sulit. Setelah mencoba beberapa kali, ternyata banyak konsumen yang tertarik,” tutur Wahyuni.

Ketua Koperasi Simpan Pinjam Grameen Norasari Arani mengatakan, bunga pinjaman di koperasi tidak lebih dari 1 persen per bulan karena menggunakan sistem bagi hasil dengan mengadopsi sistem pengelolaan Grameen di Banglades. ”Sasaran kami memang kalangan perempuan miskin, tetapi yang memiliki atau hendak membuka usaha produktif. Pengurus koperasi akan mendampingi pengembangan usaha dan membuka celah pasar. Kami berharap cara ini mengurangi kemiskinan dengan signifikan,” kata Norasari.

Ketika dimekarkan dari Kabupaten Pontianak pada 2007, Kubu Raya memang langsung berhadapan dengan persoalan serius pengangguran dari industri kayu. Di Kabupaten Kubu Raya ada lebih dari 20 pabrik pengolahan kayu yang gulung tikar dengan jumlah pekerja sekitar 30.000 orang. Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan menyebutkan, jumlah penganggur yang tercatat pada akhir 2010 sekitar 18.000 orang. ”Jumlah penganggur terus berkurang. Kami fokus pada sektor pertanian serta usaha kecil dan menengah yang memang potensial menyerap banyak tenaga kerja,” ujar Muda Mahendrawan. Ia sangat berharap usaha-usaha kecil masyarakat itu bisa bertahan lama, syukur jika bisa melepaskan mereka dari kemiskinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar